jurnalmahakam.com, Samarinda – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda kembali menorehkan prestasi dengan berhasil mengungkap dalang utama perencanaan bom molotov yang sempat menghebohkan masyarakat Kalimantan Timur. Dua tersangka berinisial N.S. (37) dan A.J. alias L (43) resmi ditangkap pada Kamis (3/9/2025) sekitar pukul 16.00 WITA di sebuah lahan kebun milik keluarga tersangka di kawasan Kilometer 47, Kelurahan Bukit Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kasus ini diumumkan secara resmi melalui konferensi pers pada Jumat (5/9/2025) di Aula Rupatama Lantai 2 Mapolresta Samarinda, Jalan Slamet Riyadi No. 01, Kelurahan Karang Asam Ulu, Kecamatan Sungai Kunjang. Konferensi pers tersebut dipimpin langsung oleh Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar, dengan didampingi pejabat Polda Kaltim serta perwakilan media lokal maupun nasional.
Dengan penangkapan dua otak intelektual tersebut, jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah menjadi enam orang. Sebelumnya, empat mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul) lebih dulu diamankan karena diduga kuat terlibat dalam perakitan dan penyimpanan bahan peledak di area kampus.
Berdasarkan hasil penyidikan, aksi perencanaan bom molotov itu sudah disusun sejak 29 Agustus 2025. N.S. disebut sebagai pihak yang mengusulkan penggunaan bom molotov untuk unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Timur yang dijadwalkan pada 1 September 2025. Sementara itu, A.J. alias L diduga berperan sebagai penyedia dana dan turut membantu penyusunan rencana serta penyediaan bahan.
“Berkat kerja cepat aparat, rencana aksi ini berhasil digagalkan. Kami juga akan terus mengembangkan penyidikan untuk memastikan tidak ada pihak lain yang terlibat,” tegas Kombes Pol Hendri Umar di hadapan awak media.
Sejumlah barang bukti berhasil diamankan oleh tim penyidik. Di antaranya, 27 botol kaca berisi bahan peledak bom molotov siap pakai, 12 lembar kain perca sebagai sumbu, dua petasan, jerigen berisi bahan bakar jenis pertalite, tiga unit ponsel, buku catatan, selebaran demonstrasi, serta beberapa dokumen terkait gerakan mahasiswa.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 KUHP tentang penyalahgunaan bahan peledak, yang mengancam mereka dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Polresta Samarinda menegaskan komitmennya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya di lingkungan kampus. “Kami tidak akan memberikan ruang bagi tindakan yang dapat merusak ketertiban umum, apalagi yang melibatkan institusi pendidikan,” tambah Kapolresta.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak agar tidak memanfaatkan gerakan mahasiswa untuk kepentingan destruktif. Penegakan hukum akan terus dilakukan secara tegas agar peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang. (vn)