jurnalmahakam.com, JAKARTA – Ribuan mahasiswa dan buruh kembali menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, pada Kamis (28/8/2025). Demonstrasi ini berawal dari penyampaian aspirasi terkait tuntutan kenaikan upah, penghapusan sistem outsourcing, hingga peninjauan kembali tunjangan anggota dewan yang selama ini dianggap membebani rakyat.
Sejak siang hari, massa berkumpul di kawasan Senayan dengan membawa spanduk, pengeras suara, serta melakukan orasi secara bergantian. Aksi damai itu pada awalnya berlangsung tertib. Namun, situasi mulai memanas menjelang sore saat sekelompok mahasiswa mencoba mendekat ke pagar DPR. Aparat keamanan yang berjaga di lokasi merespons dengan menembakkan gas air mata dan mengerahkan water cannon. Ketegangan pun tak terelakkan, dan suasana berubah menjadi ricuh.
Aktivitas Jakarta Lumpuh
Dampak dari kericuhan ini terasa luas di ibu kota. Sejumlah ruas jalan protokol, termasuk Jalan Gatot Subroto hingga kawasan Slipi, mengalami kemacetan total. Ribuan kendaraan pribadi, bus TransJakarta, hingga armada ojek online terjebak macet berjam-jam tanpa bisa bergerak. Beberapa pelaku usaha juga terpaksa menutup gerai mereka lebih awal. Pusat perbelanjaan di sekitar Senayan memutuskan menutup akses untuk mengantisipasi potensi kerusuhan, sementara banyak pekerja kantoran harus pulang sebelum waktunya atau mencari jalur alternatif.
Bentrokan dan Korban
Bentrok antara aparat dan massa aksi menimbulkan korban. Puluhan mahasiswa terpaksa mendapatkan perawatan medis akibat sesak napas terkena gas air mata maupun luka dorong-dorongan. Situasi semakin memburuk ketika terjadi insiden tragis: seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan (21) meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di tengah kericuhan. Kejadian tersebut memicu amarah baru, khususnya dari kalangan pengemudi ojol yang menuntut keadilan bagi korban.
Seruan untuk Pemerintah
Sejumlah tokoh masyarakat menilai aksi ini adalah tanda nyata keresahan publik yang harus segera dijawab. Mereka mengecam tindakan represif aparat dan mendesak pemerintah untuk membuka ruang dialog.
“Pemerintah harus membuka ruang dialog, bukan membungkam suara mahasiswa dan buruh. Aksi ini adalah bentuk keresahan publik yang nyata,” tegas salah satu koordinator aksi di lokasi.
Dampak Ekonomi dan Politik
Selain menelan korban jiwa, demonstrasi besar ini turut mengguncang sektor ekonomi. Nilai tukar rupiah melemah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) ikut tertekan. Pengamat menilai bahwa instabilitas politik yang lahir dari aksi jalanan langsung mempengaruhi kepercayaan pasar terhadap situasi nasional.
Meski aparat keamanan berupaya membubarkan massa, sejumlah kelompok mahasiswa menegaskan tidak akan berhenti turun ke jalan hingga tuntutan mereka mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Aksi 28 Agustus 2025 kini tercatat sebagai salah satu demonstrasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir, dengan meninggalkan luka mendalam berupa jatuhnya korban jiwa. Publik pun menunggu langkah konkret pemerintah dalam meredakan gejolak sosial yang terus meluas. (vn)