jurnalmahakam.com, Tenggarong – Ribuan masyarakat memadati Jalan Mayjen Sutoyo pada Minggu (25/09/2025) untuk mengikuti tradisi Beseprah, salah satu puncak acara dalam rangkaian Erau Adat Kutai 2025 yang mengangkat tema “Menjaga Marwah Nusantara”. Meski panas terik menyengat, semangat masyarakat tidak luntur untuk duduk bersila berhadap-hadapan di atas terpal dan karpet panjang yang digelar memenuhi jalan utama tersebut.
Berbagai hidangan khas tersaji, mulai dari nasi kuning, nasi kebuli, nasi bekepor, hingga jajanan tradisional Kutai seperti serabai, putu labu, jajak cincin, serta untuk-untuk. Semua makanan disusun rapi di atas alas panjang yang menghubungkan setiap barisan warga, menciptakan pemandangan kebersamaan yang sarat makna.
Acara Beseprah bukan sekadar makan bersama, tetapi juga simbol kesetaraan antara pemimpin dan rakyat. Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, pejabat pemerintah daerah, tokoh masyarakat, hingga masyarakat umum duduk dalam barisan yang sama, tanpa sekat maupun pembeda.
“Beseprah mengajarkan bahwa duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Semua setara tanpa memandang jabatan,” tutur Pangeran Noto Negoro H. Heriansyah, mewakili pihak Kesultanan.
Sambil menunggu waktu dimulainya makan, masyarakat tampak riang berbincang, bercanda, dan menikmati suasana. Tawa riuh bercampur dengan aroma hidangan yang menggugah selera, sementara suasana semakin hangat ketika Sultan membunyikan kentongan sebagai tanda dimulainya acara. Didampingi Bupati, Wakil Bupati, Sekda, dan jajaran Forkopimda Kukar, tanda itu disambut sorakan gembira ribuan warga.
Saat makanan mulai disantap, alunan musik tingkilan khas Kutai semakin menambah keakraban. Seluruh peserta larut dalam suasana penuh kebersamaan, di mana tidak ada lagi sekat antara pemimpin, pejabat, maupun rakyat.
Pangeran Noto Negoro H. Heriansyah juga menegaskan kembali filosofi Beseprah yang diwariskan sejak masa lampau. Menurutnya, para pemimpin sejati adalah pelayan masyarakat.
“Tradisi ini memberi pesan mendalam bahwa pemerintah adalah pelayan masyarakat, dan pemimpin adalah abdi bagi rakyatnya,” ujarnya.
Selain menjadi simbol pelayanan, Sultan Kutai Kartanegara juga menekankan bahwa Beseprah merupakan sarana mempererat silaturahmi, menjaga kerukunan, dan memperkuat rasa persaudaraan di Kutai Kartanegara. Ia pun mengajak masyarakat untuk senantiasa menjaga kondusivitas, keamanan, serta kerukunan demi keberlangsungan tradisi dan keharmonisan daerah.
Dengan terselenggaranya Beseprah, masyarakat Kutai Kartanegara kembali diingatkan bahwa kebudayaan bukan hanya peninggalan, tetapi juga pedoman hidup dalam menjaga nilai-nilai persatuan dan gotong royong. (vn)