jurnalmahakam.com, Tenggarong – Semarak dan khidmat menyelimuti pembukaan Erau Adat Kutai 2025 yang digelar di Stadion Rondong Demang, Tenggarong, Minggu (21/9/2025). Ratusan bahkan ribuan masyarakat Kutai Kartanegara bersama tamu undangan larut dalam kemeriahan tradisi agung tersebut, yang pada tahun ini mengusung tema besar “Menjaga Marwah Peradaban Nusantara.”
Sejak pagi, tribun stadion sudah dipenuhi warga yang datang dengan antusias. Para tamu kehormatan tampil anggun dengan busana adat khas Kutai, sementara masyarakat tampak bersemangat menyaksikan prosesi budaya yang menghubungkan masa lalu dengan semangat kekinian.
Acara diawali dengan Kirab Budaya yang dipersembahkan perwakilan kecamatan dan paguyuban di seluruh Kabupaten Kutai Kartanegara. Wajah-wajah ceria membawa hasil bumi dengan iringan musik tradisional menjadi simbol rasa syukur sekaligus penghormatan kepada leluhur. Warna-warni busana adat serta langkah serempak para peserta kirab menambah kesan megah di bawah teriknya matahari.
Usai kirab, hadirin disuguhi lagu Melayu Kutai yang dibawakan Patala Borneo Indonesia. Alunan syahdu itu dilanjutkan dengan tari Tapak Lembayung oleh Cahaya Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, tarian yang sarat simbol kelembutan sekaligus kekuatan.
Turut hadir Menteri Pariwisata RI, Widiyanti Putri Wardhana, yang mengungkapkan kebahagiaan mendalamnya.
“Hari ini, saya sungguh berbahagia berada di tengah masyarakat Kalimantan Timur, khususnya Kutai Kartanegara, untuk menyaksikan warisan sejarah, budaya, dan kehidupan masyarakat yang berpadu menjadi satu perayaan penuh makna,” ujarnya.
Ia mengapresiasi kerja sama pemerintah daerah, Kesultanan Kutai, dan masyarakat yang terus melestarikan tradisi meski arus modernisasi begitu kuat.
Puncak kemeriahan pembukaan hadir saat Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Adji Muhammad Arifin memukul gong sebagai tanda resmi dimulainya Erau Adat Kutai 2025. Setelah itu, dilaksanakan prosesi penyalaan Brong, api sakral kebesaran kerajaan, oleh pihak Kesultanan bersama Forkopimda Kaltim dan Kukar.
Suasana sakral semakin terasa dengan lantunan tarsul dari Fitriyani Sabariah, seniman senior yang telah 15 tahun mengiringi prosesi Erau. Suaranya yang menggetarkan menambah khidmat momentum bersejarah itu.
Sebagai penutup, penonton disuguhkan drama kolosal bertajuk “Semangat Juang Sultan H. Muhammad Idris.” Pertunjukan ini menghadirkan adegan-adegan kepahlawanan, ketegangan, hingga haru, menggambarkan perjuangan Sultan dalam menjaga martabat kerajaan. Ribuan pasang mata terpukau, tepuk tangan dan sorak membahana, menegaskan kuatnya ikatan emosional masyarakat Kutai dengan sejarahnya.
Bagi masyarakat, Erau bukan hanya pesta budaya tahunan. Lebih dari itu, Erau adalah ruang merawat identitas Nusantara, menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dari kirab budaya, pemukulan gong, penyalaan brong, hingga drama kolosal, semuanya menegaskan bahwa Kutai Kartanegara adalah pusat warisan yang hidup—bukan hanya dikenang, tetapi terus menyala untuk generasi berikutnya. (vn)