jurnalmahakam.com, Tenggarong – Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura resmi membuka rangkaian Erau Adat 2025 dengan prosesi Beluluh Sultan yang digelar di Kedaton Kesultanan, Jalan Monumen Timur, Kelurahan Panji, Kecamatan Tenggarong, Kamis (18/9/2025). Ritual sakral ini menjadi tanda dimulainya serangkaian upacara adat yang setiap tahunnya menjadi magnet budaya masyarakat Kutai.
Beluluh Sultan merupakan prosesi penyucian diri secara fisik maupun spiritual bagi Sultan, putra mahkota, dan kerabat kesultanan. Upacara ini memiliki makna mendalam, yakni membersihkan diri dari pengaruh negatif—baik yang kasat mata maupun yang bersifat gaib—agar siap menjalani seluruh rangkaian Erau.
Sejak pagi, suasana Kedaton tampak penuh kekhidmatan. Balai bambu yang menjadi pusat prosesi dihiasi ornamen adat, sementara kerabat kerajaan duduk berbaris rapi dengan busana adat khas Kutai. Aroma dupa yang mengepul diiringi lantunan doa para pemuka agama menambah kesakralan momen. Alunan musik tingkilan yang terdengar lembut semakin memperkuat suasana spiritual prosesi tersebut.
Prosesi dipimpin langsung oleh Sultan Kutai Kartanegara, Aji Muhammad Arifin, didampingi Bunda Ratu Sekar Asih. Acara juga dihadiri jajaran Forkopimda Kukar, perwakilan Bupati Kutai Kartanegara Aulia Rahman Basri yang diwakili Asisten III David Haryanto, Ketua Pengadilan Agama Tenggarong, perwakilan Kejaksaan Negeri, unsur Kodim 0906, Polres Kukar, kepala OPD, camat, hingga tokoh masyarakat serta para pengurus paguyuban.
Dalam sambutan, Pangeran Nota Negoro Igomo, H. Heriansyah, menegaskan bahwa Beluluh bukan sekadar ritual, tetapi juga simbol menjaga marwah kerajaan sejak masa Raja pertama Kutai Kartanegara, Aji Batara Agung Dewa Sakti.
“Beluluh adalah manifestasi penyucian Sultan dari unsur-unsur negatif. Melalui doa dan ritual ini, kita memohon keselamatan bagi Sultan dan seluruh rakyat sepanjang Erau berlangsung,” ucapnya.
Heriansyah juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah daerah, Forkopimda, hingga masyarakat yang telah mendukung tradisi ini agar tetap lestari.
“Erau adalah identitas budaya yang harus kita rawat. Tradisi ini bukan hanya milik Kutai, tapi sudah menjadi kebanggaan nusantara,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Kukar Aulia Rahman Basri, melalui sambutan yang disampaikan oleh Asisten III David Haryanto, menekankan bahwa pemerintah daerah memiliki komitmen kuat melestarikan adat dan budaya Kutai Kartanegara.
“Pemerintah berkeyakinan, nilai-nilai sakral dalam setiap ritual adat menjadi penguat identitas budaya daerah. Kami akan terus mendukung pelestarian dan pengembangan budaya Kutai Kartanegara, agar generasi mendatang tetap mengenalnya meski di tengah arus globalisasi,” tegasnya.
Dalam wawancara usai acara, Pangeran Heriansyah mengungkapkan rasa syukur atas kelancaran prosesi.
“Ini bukan sekadar rutinitas, tetapi prosesi yang sarat makna. Kami berharap nilai-nilai dalam Beluluh bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya oleh generasi muda dan para pemimpin,” ujarnya.
Tahun ini, prosesi Beluluh Sultan tercatat sebagai pelaksanaan ke-21 dalam sejarah Erau Adat. Prosesi akan terus dilakukan setiap hari selama Erau berlangsung, tepat saat matahari terbenam, sebagai bentuk doa keselamatan bagi Sultan, kerabat, dan seluruh rakyat Kutai Kartanegara.
Tradisi Beluluh tidak hanya menjadi warisan budaya lokal, tetapi juga bagian dari kekayaan bangsa yang patut dijaga di tengah tantangan modernisasi. Dengan tetap melibatkan masyarakat dan pemerintah, Erau Adat Kutai Kartanegara diharapkan akan terus menjadi kebanggaan dan perekat identitas kultural daerah. (vn)